Feeds RSS

Jumat, 05 Juni 2009

karya tafsir di indonesia pada Abad ke-20

PENDAHULUAN Al Qur’an yang dalam memori kolektif kaum muslimin sepanjang abad sebagai kalam Allah, menyebut dirinya sebagai “petunjuk bagi manusia” dan memberikan “penjelasan atas segala sesuatu” sedemikian rupa sehingga tidak ada sesuatupun yang ada dalam realitas yang luput dari penjelasannya. Bila diasumsikan bahwa kandungan al Qur’an bersifat universal, berarti aktualitas makna tersebut pada tataran kesejarahan meniscayakan dialog dengan pengalaman manusia dalam konteks waktu. Hal ini juga berlaku dengan kajian tafsir yang ada di Indonesia. Sesuai dengan kondisi sosio-historisnya, Indonesia juga mempunyai perkembangan tersendiri dalam kaitannya dengan proses untuk memahami dan menafsirkan al Qur’an. BAB II PEMBAHASAN A. TAFSIR AL BAYAN 1). Biografi Penulis Penulis tafsir ini adalah Prof. DR. Teungku Muhammad Hasbi bin Muhammad Husein bin Muhammad Mas’ud bin Abd. Rahman Ash Shiddieqy. Dilahirkan pada bulan Jumadil Akhir 1321H/ 10 Maret 1907 M di Lho Seumawe + 273 km sebelah timur Banda Aceh. Hasbi Ash Shiddieqy menuntut ilmu dari para ulama di beberapa pondok pesantren terkenal di Dayah, Blangkabu, Gendong, Krueng Mane, Kutaraja dsb. Dari silsilahnya diketahui bahwa ia adalah keturunan ke-37 dari Abu Bakar Ash Shiddieq. Beliau mempelajari bahasa Arab daripada gurunya yang bernama Syeikh Muhammad ibn Salim al-Kalali, seorang ulama berbangsa Arab. Pada tahun 1926 T.M Hasbi ash Shiddieqy berangkat ke Surabaya dan melanjutkan pelajarannya di Madrasah al-Irsyad, sebuah organisasi keagamaan yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Surkati (1874-1943), seorang ulama yang berasal dari Sudan . Di Madrasah al-Irsyad Hasbi ash Shiddieqy mengambil takhassus dalam bidang pendidikan selama 2 tahun. Pengajiannya di al-Irsyad dan gurunya Ahmad Surkati banyak memberi didikan ke arah pembentukan pemikiran moden. Beliau juga pernah menuntut di Timur Tengah. T.M Hasbi ash Shiddieqy merupakan seorang ulama Indonesia yang terkenal. Beliau memiliki keahlian dalam bidang ilmu fiqh dan usul fiqh, tafsir, hadith, dan ilmu kalam. T.M Hasbi ash Shiddieqy telah dianugerahkan dua gelar Doktor Honoris Causa sebagai penghargaan di atas jasa-jasanya terhadap perkembangan Perguruan Tinggi Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan keislaman Indonesia. Anugerah tersebut diperoleh dari Universitas Islam Bandung dan (UNISBA) pada 22 Maret 1975, dan dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 29 Oktober 1975. Hasbi Ash Shiddieqy meninggal dunia pada tanggal 9 Desember 1975. Jasad beliau dikebumikan di pemakaman keluarga IAIN Ciputat Jakarta. 2) Karakteristik Tafsir al Bayan Tafsir al-Bayan merupakan hasil karya kedua yang dikarang oleh Prof. T.M Hasbi ash Shiddieqy dalam bidang penafsiran al-Qur’an sesudah karyanya yang pertama yaitu Tafsir An-Nur yang diterbitkan pada tahun 1956. Pada Muqaddimah tafsir ini, Hasbi Ash Shiddieqy menulis: “Dengan inayah Allah Taala dan taufiq-Nya, setelah saya selesai dari menyusun Tafsir An-Nur yang menterjemahkan ayat dan menafsirkannya, tertarik pula hati saya kepada menyusun al-Bayan” . Karyanya yang kedua ini juga merupakan terjemahan dan tafsir al-Qur’an dalam bahasa Indonesia yang diperkirakan dihasilkan oleh pengarang pada awal tahun 60-an lagi. Cetakan pertama kitab tafsir ini ialah pada tahun 1971 melalui terbitan PT Almaarif Bandung, dengan ukuran 15 x 22 cm. Hasbi Ash Shiddieqy menyatakan sebab-sebab penulisan tafsir ini adalah untuk menyempurnakan sistem penerjemahan yang terdapat dalam Tafsir An-Nur karya pertamanya dalam bidang ini. Di samping itu ia juga merasa bahwa terjemahan-terjemahan al-Qur’an yang beredar ditengah- tengah masyarakat perlu dikaji dan ditinjau semula. Ash Shiddieqy berkata di dalam kitab tafsirnya: “Maka setelah saya memperhatikan perkembangan penterjemahan al- Qur’an akhir-akhir ini, serta meneliti secara tekun terjemahan-terjemahan itu, nyatalah bahwa banyak kalimat yang perlu di tinjau dan disempurnakan. Oleh karenanya, dengan memohon taufiq dari Allah Ta’ala saya menyusun sebuah terjemah yang lain dari yang sudah-sudah yang melengkapi segala lafadz, bahwa melengkapi terjemah dari lafadz-lafadz yang diungkapkan menurut pendapat-pendapat ahli tafsir kenamaan. Al-Bayan yang dinamakan oleh pengarang adalah bermaksud “Suatu penjelasan bagi makna-makna al-Qur’an”. Kitab ini terdiri dari dua jilid. Jilid pertama mengandungi nas-nas ayat al-Qur’an rmulai dari surah al-Fatihah sampai dengan ayat 75 surah al-Kahf. Kesemua terjemahan dan tafsiran bagi jilid pertama mengandungi 789 muka surat. Jilid kedua Tafsir al-Bayan ini, dimulai dari surah al-Kahf ayat ke 75 sampai dengan surah al-Nas bersama terjemahan dan tafsirannya yang terkandung dalam muka surat 789 sehingga 1604. 3). Metode penafsiran Metode yang dipergunakan dalam penerjemahan ayat yaitu adakalanya Hasbi menerjemahkan lafal ayat saja, terkadang ia juga menerjemahkan makna ayat yaitu dengan memasukkan ke dalam ayat makna yang ia pandang seharusnya ada. Sehingga menurutnya terjemahan itu sudah menjelaskan makna. Sedangkan dalam penafsiran ayat-ayat al Qur’an Hasbi lebih menafsirkannya secara ringkas. Tafsiran ayat-ayat al Qur’an biasanya dimulai dengan kata “ya’ni”. Dalam menafsirkan ayat- ayat al Qur’an, Hasbi banyak melakukan penafsiran ayat dengan ayat yaitu dengan menerangkan ayat-ayat lain yang semakna. Ayat-ayat yang sebanding atau semakna ini biasanya dinyatakan dengan menyebut nomor surat dan nomor ayat, misalnya pada foot note 124 ketika menjelaskan surat al-Baqarah : 104, Hasbi kemudian membandingkan dengan surat an- Nisa’: 46 yaitu “ Bandingkan dengan ayat 46 S.4: An Nisa’. Sedangkan ayat-ayat yang ada hubungannya dengan penafsiran tersebut dinyatakan menyebut nomor surat dan nomor ayat, diawali dengan kata “ bacalah”. Misalnya pada foot note 200 ia menyatakan “baca : a. 6 S 35:Fathir; a. 50 S.18:Al Kahf”. Di samping itu, Hasbi juga sangat memperhatikan ayat- ayat yang berkaitan dengan hukum. Dan metodologi penafsirannya menggunakan ijmali dengan bentuk penafsiran bil-ra’yi, dengan corak umum. B. TAFSIR AL-AZHAR 1). Biografi penulis Tafsir ini ditulis oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah (atau lebih dikenal dengan julukan Hamka, yang merupakan singkatan namanya), lahir tahun 1908, di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981, adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik. Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906. Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Husayn Haykal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, AR Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal. 2) Karakteristik Tafsir al Azhar Tafsir ini pada mulanya merupakan rangkaian kajian yang disampaikan pada kuliah subuh oleh Hamka di masjid al-Azhar yang terletak di Kebayoran Baru sejak tahun 1959. Nama al-Azhar bagi masjid tersebut telah diberikan oleh Syeikh Mahmud Shaltut, Rektor Universitas al-Azhar semasa kunjungan beliau ke Indonesia pada Desember 1960 dengan harapan supaya menjadi kampus al-Azhar di Jakarta. Penamaan tafsir Hamka dengan nama Tafsir al-Azhar berkaitan erat dengan tempat lahirnya tafsir tersebut yaitu Masjid Agung al-Azhar. Terdapat beberapa faktor yang mendorong Hamka untuk menghasilkan karya tafsir tersebut. Hal ini dinyatakan sendir oleh Hamka dalam mukadimah kitab tafsirnya. Di antaranya ialah keinginan beliau untuk menanam semangat dan kepercayaan Islam dalam jiwa generasi muda Indonesia yang amat berminat untuk memahami al-Quran tetapi terhalang akibat ketidakmampuan mereka menguasai ilmu Bahasa Arab. Kecenderungan beliau terhadap penulisan tafsir ini juga bertujuan untuk memudahkan pemahaman para muballigh dan para pendakwah serta meningkatkan keberkesanan dalam penyampaian khutbah-khutbah yang diambil daripada sumber-sumber Bahasa Arab Hamka memulai Tafsir Al-Azharnya dari surah al-Mukminun karena beranggapan kemungkinan beliau tidak sempat menyempurnakan ulasan lengkap terhadap tafsir tersebut semasa hidupnya. Mulai tahun 1962, kajian tafsir yang disampaikan di masjid al-Azhar ini, dimuat di majalah Panji Masyarakat. Kuliah tafsir ini terus berlanjut sampai terjadi kekacauan politik di mana masjid tersebut telah dituduh menjadi sarang “Neo Masyumi” dan “Hamkaisme”. Pada tanggal 12 Rabi’ al-awwal 1383H/27 Januari 1964, Hamka ditangkap oleh penguasa orde lama dengan tuduhan berkhianat pada negara. Penahanan selama dua tahun ini ternyata membawa berkah bagi Hamka karena ia dapat menyelesaikan penulisan tafsirnya 3). Metodologi penafsiran Tafsir al-Azhar merupakan karya Hamka yang memperlihatkan keluasan pengetahuan beliau, yang hampir mencakup semua disiplin ilmu penuh berinformasi. Sumber penafsiran yang dipakai oleh Hamka antara lain, al Qur’an, hadith Nabi, pendapat tabi’in, riwayat dari kitab tafsir mu’tabar seperti al Manar dan Mafatih al Ghayb, serta juga dari syair-syair seperti syair Moh. Ikbal. Tafsir ini ditulis dalam bentuk pemikiran dengan metode analitis atau tahlili. Karakteristik yang tampak dari tafsir al-Azhar ini adalah gaya penulisannya yang bercorak adabi ijtima’i (social kemasyarakatan) yang dapat disaksikan dengan begitu kentalnya warna setting sosial budaya Indonesia yang ditampilkan oleh Hamka dalam menafsirkan ayat-ayat al Qur’an. DAFTAR PUSTAKA Abd. Jalal, Tafsir al-Maraghi dan Tafsir al-Nur Sebuah Studi Perbandingan, Disertasi: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1985, 200. Disertasi Ilmiah 4: Tafsir al Bayan oleh Prof. Dr. TM Hasbi Ash shiddieqy, http://disertasi.blogspot.com. 28 Juni 2007 Hamka, Tafsir Al-Azhar juz 1, Jakarta: P.T Pembimbing Masa, 1967. Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al Bayan Vol I, Bandung: PT Al Am’arif, tt. M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al Azhar Jakarta : Pustaka Panji Mas,1990. Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al Qur’an di Indonesia Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003. TM Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999.

0 komentar:

Posting Komentar