Feeds RSS

Jumat, 05 Juni 2009

buku tentang ilal al-hadits

Pendahuluan

’Ilal adalah jamak dari ’ilah yang berarti “penyakit”. ’Illah menurut istilah ahli hadits adalah suatu sebab yang tersembunyi yang dapat mengurangi status keshahihan hadits, padahal dhahirnya tidaknampak kecacatan.

Sedangkan ilmu ’ilal hadits adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab tersembunyi dan tidak nyata, yang dapat merusakkan hadits. Seperti : menyambung yang munqathi’, me-marfu’-kan yang mauquf, memasukkan suatu hadits ke dalam hadits yang lain, menempatkan sanad pada matan yang bukan semestinya, dan yang serupa itu. Semuanya ini, bila diketahui, dapat merusakkan keshahihan hadits.

Ilmu ini adalah ilmu yang tersamar bagi banyak ahli hadits.Ia dapat dikatakan jenis ilmu hadits yang paling dalam dan rumit, bahkan dapat dikatakan inilah intinya yang termulia. Tidak dapat diketahui penyakit-penyakit ( ‘ilal) melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai kemampuan yang kuat terhadap sanad dan matan-matan hadits. Ibnu Katsir berkata,”Yang dapat meneliti ilmu ini adalah para ulama yang ahli, yang dapat membedakan antara hadits shahih dan saqim (sakit), yang lurus dan yang bengkok, sesuai tingkatan ilmu, kepandaian, dan ketelitian mereka terhadap jalan hadits, serta ketajaman perasaan pada keindahan lafadh hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang tidak mungkin menyamai perkataan manusia.

Di antara beberapa riwayat hadits, ada yang asli, ada yang mengalami perubahan pada lafadh atau penambahan, atau pemalsuan, dan seterusnya. Semuanya ini hanya dapat diketahui oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang ilmu ini. Sedangkan ta’lil dapat disimpulkan dari sanad, hanya dapat ditunjuk dengan praktek, dan untuk memaparkan contoh-contohnya di sini akan terlalu panjang. (Al-Ba’itsul-Hatsits Syarh Ikhtishar Ulumil-Hadits halaman 64a).

Dari Abdurrahman bin Mahdi berkata,”Mengetahui ’ilat hadits bagiku lebih aku sukai daripada menulis sebuah hadits yang bukan milikku”. Dia juga berkata,”Mengetahui hadits adalah ilham”.

Cara mengetahui ’illah hadits adalah dengan mengumpulkan beberapa jalan hadits dan mencermati perbedaan perawinya dan ke-dlabith-an mereka, yang dilakukan oleh orang yang ahli dalam ilmu ini. Dengan cara ini akan dapat diketahui apakah hadits itu mu’tal (ada ’illat-nya) atau tidak. Jika menurut dugaan penelitinya ada ’illat pada hadits tersebut, maka dihukumi sebagai hadits yangtidak shahih.

Abu Zur’ah ditanya tentang alasannya men-ta’lil hadits, ia berkata : “Anda bertanya tentang hadits yang ada ’illat-nya, lalu aku sebutkan ’illat-nya. Kemudian Anda bertanya tentang pendapat Ibnu Darah – yaitu Muhammad bin Muslim bin Darah – lalu dia menyebutkan ’illat-nya. Kemudian bertanya lagi tentang pendapat Abu Hatim Ar-Razi, lalu dia menyebutkan ’illat-nya. Setelah itu Anda dapat membandingkan pendapat masing-masing dari kami terhadap hadits tersebut. Jika terdapat perbedaan dalam ’illat-nya, maka ketahuilah bahwa itu berarti setiap kami berbicara sesuai dengan kehendaknya. Jika terdapat persamaan, maka itulah hakikat ilmu ini”. Setelah diteliti, ternyata pendapat mereka sama. Lalu dia berkata,”Aku bersaksi bahwa ilmu ini memang sebuah ilham”.(Ma’rifatu Ulumil-Hadits jalaman 113).

BAB II

Pembahasan

A. Hadits Ilal tentang pembunuhan

قول النبي صلى الله عليه و سلم: "يتقارب الزمان وينقص العلم ويلقى الشح وتظهر الفتن ويكثر الهرج".

Daru Qutni berkata: dalam kitab tatabu’

أخرج البخاري و مسلم :حديث عبد الأعلى عن معمر عن الزهري عن سعيد بن مسيب عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( يتقارب الزمان وينقص العلم ويلقى الشح وتظهر الفتن ويكثر الهرج ) . قالوا يا رسول الله أيما هو ؟ قال ( القتل القتل ) .[1]

Artinya:

Di keluarkan oleh Al-Bukhary dan Muslim: Nabi saw. Berkata zaman mulai menyempit, kurangnya ilmu, bertemu orang bakhil, terlihat fitnah-fitnah, dan banyaknya kekacauan, mereka berkata wahai rasulullah apa itu? Rasulullah menjawab pembunuhan, pembunuhan.

Dari hadits tersebut Daru Qutny berkata: terkadang pengikut Hammad bin Zaid Abdul A’la dan terkadang keduannya berbeda Abdul Razaq maka belum disebutkan Aba Hurairah dan menyandarkan langsung kepada Nabi saw. Dan telah dikatakan bahwasanya Ma’mar mengucapkannya di Bashrah (siapapun yang menghafalnya hadits-hadits dan lupa sebagiannya, dan terkadang berbeda dari segi sanadnya yaitu: Syu’aib, Yunus, Laits bin Sa’ad,diriwayatkan dari Zuhair dari Hamid dari Abu Hurairah), dan telah dikeluarkan oleh keduannya hadits Hamid pula.

Dan seperti keterangan dan penggambaran yang telah disebutkan oleh Daru Qutny jalan yang terbaik yang mengena kepada hadits tersebut adalah sebagai berikut:

خ، مـ

رسول الله

أبي هريرة

سعيد

الزهري

معمر

حماد

عبد الأعلى

1

2

شعيب

يونس

الليث

أبي أخي الزهرى

إسحاق بن يحي

عبد الرحمن بن يزيد

3

Penjelasan

Meneliti kepada jalur sanad yang pertama nomer 1, dan kedua nomer 2 terlihat dari sumbu peredaran keduannya atas Ma’mar, maka sesekali diriwayatkan sebuah hadits dari Ma’mar dari al-Zuhairy dari Said dari Abi Hurairah tersambung atau langsung dari Rasulullah saw tersambung tanpa terputus. Itu diriwayatkan dari Ma’mar: [abdul A’la dan Hammad]

dan sesekali diriwayatkan dari Ma’mar dari al-Zuhairy dari said berkata: Rasulullah saw bersabdah “Mursal” atau tanpa menyebutkan Abi Hurairah. Itu diriwayatkan dari Ma’mar abdul Razaq

dan Daru Qutni mengembalikan penyebutan dua sanad dengan dua gambar yang lain seperti berikut:

  1. Maka riwayat mana yang lebih Rajih diantara keduannya, yang disebutkannya di jalur sanadnya Abu Hurairah ra. Atau yang tidak disebutkannya?
  2. Maka jika kita merojihkan jalur sanad yang disebutkan Abu Hurairah ra. Hadits ini disebut hadits muttasil, apakah mereka orang tsiqah atau tidak tsiqah?dari segi pendengaran satu sama lain, atau apakah semua perawi mendengar apa yang diriwayatkan darinya atau tidak.
  3. Apabila kita men-tarjih-kan jalur sanad yang dihilangkannya (Abu Hurairah ra.) maka jalur sanad menjadi mursal mak dan dihukumi atas penyandaran dengan satu perkataan yang dhoif.

Maka bagaimana kita mentarjih, atau bagaimana cara mentarjih?

Secara global cara mentarjih dicontohkan melihat kepada periwayatan dari Ma’mar dari segi ke-tsiqoh-an mereka, dari segi jumlah mereka, dari segi pengetahuan mereka tentang Ma’mar dan pengkhususan meraka dengannya dari yang tidak diketahui.

Maka jika lebih terpercaya dan lebih mengetahui tentang Ma’mar meriwayatkan hadits dari Ma’mar, maka mereka menyebutkan dalam penyandarannya Abu Hurairah ra., kami menghukumi untuk sanad yang di dalamnya disebutkan Abu Hurairah yaitu: “Arjah” maka hadits tersebut hadits muttasil

Dan jika lebih terpercaya dan lebih mengetahui tentang Ma’mar meriwayatkan hadits dari Ma’mar, dan mereka menghilangkan dalam penyandarannya Abu Hurairah ra., kami menghukumi untuk sanad yang di dalamnya tidak disebutkan Abu Hurairah yaitu: “Arjah” maka hadits tersebut hadits mursal

Ini sebagai permulaan, yaitu global (yang dimaksud melihat pada periwayatan dari Ma’mar)

Akan tetapi terkadang terfokus kepada Ma’mar sendiri, atau kepada gurunya Ma’mar (al-Zuhry) atau kepada Said.

Terfokus kepada permasalahan Ma’mar dalam periwayatan darinya orang-orang terpercaya.

Maka dengan meneliti kepada periwayatan kita ini kita mendapatkan bahwa Abdul A’la dan Hammad di jalur nomer 1 berbeda dengan Abdul Razaq di jalur nomer 2, Abdul A’la dan Hammad keduannya Tsiqah begitu pula Abdul Razaq.

Dan dari segi kalimat: maka Abdul A’la dan Hammad diwajibkan supaya mengedepankan periwayatan keduannya atas Abdul Razaq, akan tetapi ada sesuatu yang menjadikan kami tidak memulai perjalanan ini, yaitu jika Abdul A’la dan Hammad itu lebih stiqah di banding Abdul Razaq, akan tetapi cacat (rusak) dari Ma’mar, maka Ma’mar terkadang mengatakan hadits-hadits tersebut dari Bashrah yang salah/khilaf (ghalatha) di dalamnya, oleh karenanya para ulama’ berkata: Sesungguhnya apa yang diucapkan Ma’mar di Bashrah ada cacat/rusak, dan periwayatan orang-orang bashrah darinya itu Dho’if, Abdul A’la dan Hammad berasal dari Bashrah, sedangkan Abdul Razaq berasal dari Yaman, maka Abdul Razaq sendirian dalam periwayatannya, maka periwayatannya didahulukan atas periwayatan dua orang. Dan karena itu cacat/rusak disini bukan dari periwayatan dua orang akantetapi dari Ma’mar. ia salah di haditsnya yang dari bashrah, oleh karena itu telah di-rajih-kan periwayatan Abdul Razaq atas periwayatan Abdul A’la dan Hammad.

Dari segi Tarjih

Terkecuali adanya cara yang lain sebagian ulama’ memulainya, selain cara men-tarjih, yaitu cara : mengumpulkan atara semua periwayatan-periwayatan yang ada, sebagian para Ahli Ilmu Hadits melihat: bahwasannyatidak ada pelarangan bahwasannya Ma’mar mengatakan atas dua segi, kedua segi tersebut shahih (benar), maka tidak ada pelarangan bagi Ma’mar meriwayatkan hadits dari Al-Zuhry dari Said dari Abi Hurairah dari Rasulullah, dan sesekali dari Al-Zuhry dari Said dari Nabi saw.

Membenarkan dua riwayat tersebut bersamaan, maka mereka mengatakan: riwayat yang Mursal, dan riwayat yang muttasil, dan bersama orang yang sampai tambahan,[2] maka jika yang bersambung itu ke-Tsioqah-an maka itu penambahan Tsiqah dan itu diterima (maqbul). Dan ini cara para ulama’ memulainya.

Penisbahan periwayatan ma’mar dari Al-Zuhry

Akan tetapi dengan penisbahan untuk meneliti kepada periwayatan dari Al-Zuhry kami menemukan enam dari periwayatan yang benar ((dan mereka itu adalah dalam jalur nomer 3)) mereka berbeda tentang Ma’mar dari segi yang lain, yaitu mereka menyebutkan hadits dari Al-Zuhry dari Hamid dari Abi Hurairah dari Nabi saw., mereka menyebutkan Hamid bukan Said, dan tidak diragukan lagi bahwa periwayatan ke-enam orang ini di dahului oleh periwayatan Ma’mar, maka enam itu jumlah yang banyak dan lebih Tsiqah.

Kemudian sesungguhnya Ma’mar juga berbeda atasnya, dan enam orang belum berbeda atas mereka, dan segi yang lain bagi yang berbeda dengan Ma’mar yaitu yang sudah ada di jalur nomer 4, yaitu sesunguhnya mengganti Al-Zuhairy dengan Hammam. Maka terbukti bahwasannya periwayatan siapa yang diriwayatkan sebuah hadits dari Al-Zuhry dari Hamid dari Abi Hurairah dari Rasulullah saw dan ini lebih benar (Ashohhu)

Kesimpulan:

1. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh para ulama’ hadits: sesungguhnya hadits apabila belum terkumpul jalur sanadnya belum jelas kecacatannya, maka lazim bagi pembahas supaya memperhatikan jalur sanad hadits sampai terlihat kecacatannya, jika disitu terdapat kecacatan, dan seperti apa yang telah jelas diatas jika pembahas bergegas melihat jalur sanad pada nomer 1 saja dan peneliti tertutup dari apa yang ada dari kecacatan bagi hokum. Dan keadaan perawi hadits harus tsiqah, dan pendengarannya sama satu dengan yang lainnya, dengan sanad yang benar, akan tetapi dengan penelitian pemaknaan dalam sanad itu sendiri. Dan dengan baris di depan sanad-sanad yang lain terlihat kecacatan.

2. Tidak dilazimkan bagi kita menghukumi dengan sanad yang dho’if yang menjadikan matan dho’if dari semua segi, akan tetapi kadang-kadang membenarkan hadits dari jalur yang lain, oleh karenanya pemeliharaan, maka bagi para pelajar memulai untuk menghukumi atas sanad saja.

3. Lazim, seperti apa yang telah dijelaskan tadi, agar pembahasan memfokuskan ditengah pembahasan tentang al-Rizal, dan rizalu al-sanad, tentang orang-orang sekitar bagi mereka penyandaran dengan derajat teratas (pertama), seperti apabila al-Zuhry dhoif maka pertemuannya akan menlemahkan sanad-sanad noemer 1, 2, 3 karena sanadnya meliputi beliau.

4. Sepatutnya agar melihat juga keadaan al-Rizal dari guru-gurunya kepada orang-orang disekitar mereka dalam penyandarannya.

5. Lazim setelah penelitian pembahasan dalam kitab ilal, dan perkataan para ulama ilal, sampai mengetahui ujung kesepakatan anda atau perbedaan anda dengan mereka.


[1] صحيح البخاري - (ج 6 / ص 2590): 6652 - حدثنا عياش بن الوليد أخبرنا عبد الأعلى حدثنا معمر عن الزهري عن سعيد عن أبي هريرة : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ( يتقارب الزمان وينقص العلم ويلقى الشح وتظهر الفتن ويكثر الهرج ) . قالوا يا رسول الله أيما هو ؟ قال ( القتل القتل ) . وقال شعيب عن يونس والليث وابن أخي الزهري عن الزهري عن حميد عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم

[2] Yaitu menyebutkan Abi hurairah dalam penyandaran, yaitu penambahan dalam isnad dan terkadang penambahan ke-tsiqah-an dalam matan juga

0 komentar:

Posting Komentar