Feeds RSS

Rabu, 20 Januari 2010

Sejarah Perkembangan Orientalisme

Pengertian Orientalis dan Orientalisme Banyak definisi orientalisme di kalangan para pakar dan ulama. Menurut Dr. Muthabaqani, pakar orientalisme dari Fakultas Dakwah Universitas Imam Muhammad Ibnu Sa’ud Madinah, istilah orientalisme mulai muncul sejak dua abad yang lalu [abad ke-18 M], meski aktivitas kajian bahasa dan sastra ketimuran (khususnya Islam) telah terjadi jauh sebelumnya. Muthabaqani menyatakan bahwa istilah orientalis muncul lebih dulu daripada istilah orientalisme. A.J. Arberry (1905-1969) dalam kajiannya menyebutkan istilah orientalis muncul tahun 1638, yang digunakan oleh seorang anggota gereja Timur (Yunani). Pada tahun 1691, istilah orientalis digunakan oleh Anthony Wood untuk menyebut Samuel Clarke sebagai “orientalis yang cerdas”, karena mengetahui beberapa bahasa Timur. Menurut Rudi Paret (orientalis Jerman, lahir 1901) orientalisme adalah “ilmu ketimuran (‘ilmu al-syarq) atau ilmu tentang dunia timur (‘ilmu al-‘alam al-syarqiy).” Sementara A.J. Arberry menggunakan Kamus Oxford untuk mendefinisikan orientalis, yaitu “orang yang mendalami berbagai bahasa dan sastra dunia timur.” Sementara itu Maxime Rodinson (orientalis Perancis, lahir 1915) menerangkan bahwa istilah orientalisme muncul dalam bahasa Perancis tahun 1799 dan dalam bahasa Inggris tahun 1838. Orientalisme ini, menurut Rodinson, lahir untuk memenuhi kebutuhan “mewujudkan satu cabang pengetahuan khusus untuk mengkaji dunia timur.” Rodinson menambahkan bahwa kebutuhan ini amat mendesak, agar terwujud orang-orang spesialis yang siap untuk menerbitkan berbagai majalah, mendirikan berbagai universitas, dan berbagai departemen ilmiah.” Dari berbagai definisi orientalisme di atas, Dr. Muthabaqani sendiri akhirnya mendefinisikan orientalisme secara cukup komprehensif. Orientalisme, menurut Muthabaqani, adalah “segala sesuatu yang bersumber dari orang-orang Barat, yaitu dari orang-orang Eropa (baik Eropa Barat maupun Timur, termasuk Soviet) dan orang-orang Amerika, berupa studi-studi akademis yang membahas masalah-masalah Islam dan kaum muslimin, di bidang aqidah, syariah, sosial, politik, pemikiran, dan seni.” Kata orientalisme adalah kata yang dinisbatkan kepada sebuah studi atau penelitian yang dilakukan oleh selain orang timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama, sejarah, dan permasalahan-permasalahan sosio-kultural bangsa timur. Atau ada juga yang mengatakan orientalisme adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang ketimuran. Edward W Said memberi kesimpulan terhadap orientalisme. Menurutnya, orientalisme adalah pengetahuan mengenai dunia Timur yang menempatkan segala sesuatu yang bersifat Timur dalam mata pelajaran sekolah, mahkamah, penjara atau buku-buku pegangan untuk tujuan penelitian, pengkajian, pengdilan dan pendisiplinan atau pemerintahan atasnya. Selain itu, orientalis memiliki kaitan penting dengan kristenisasi, karena orientalisme merupakan senjatanya kristenisasi. Orientalisme dan kristenisasi termasuk akal pembaratan dan senjata perang kebudayaan yang paling mencolok. Masing-masing mempunyai medannya sendiri tetapi keduanya saling melengkapi dalam hal bahwa orientalisme mempersiapkan racun yang disebarluaskan oleh kristenisasi dilembaga-lembaga pendidikan dan perguruan-perguruan tinggi. B. Perkembangan Orientalis Kemunculan Orientalisme ini sungguh sudah sangat lama sekali namun memperlihatkan eksistensinya yang luar biasa sejak abad 19 Masehi . Minat Barat untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan Timur sudah ada sejak 600-330 SM, yakni sejak pecahnya perang yang berkepanjangan antara Greek Kono dengan Dinasti Acheamenids dari Imperium Persia. Pada masa itu telah ada sejenis hubungan permusuhan, perbenturan kepentingan, yang mendorong masing-masing pihak untuk mengenali pihak lainnya . Setelah itu permusuhan berlangsung terus-menerus hingga sekarang, pada rentang perjalanan panjang tersebut ada banyak hal yang membuat permusuhan antara keduanya semakin keras dengan gaya pertikaiannya pun yang berbeda pula. Setelah munculnya Islam, Orientalist mempunyai fase-fase perkembangan dengan metode dan teknik yang lebih jitu untuk menghadapi Timur (Islam khususnya). Fase pertama, dimulai pada abad keenam belas Masehi. Pada masa itu Orientalisme dapat dikatakan sebagai gerakan anti- Islam yang dimotori oleh Yahudi dan Kristen. Bagi Kristen, Islam merupakan symbol teror, perusak dan barbarian, mereka yang menuduh Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi penyebar wahyu paslu, tokoh penipu, pelaku sodomi dan sebagainya. Selain itu, kekalahan bangsa Eropa Kristen dalam Perang Salib juga memicu semangat anti-Islam. Fase kedua, Orientalisme terjadi pada abad ke 17 dan 18 M. fase kedua ini adalah fase yang paling penting bagi Barat karena bersamaan dengan modernisasi. Barat menimba ilmu dan bertanya kenapa Islam menjadi peradaban yang handal selama 7 abad. Pada periode ini Raja dan Ratu Eropa sepakat untuk mengumpulkan segala informsi tentang ke-Timur-an. Meskipun Barat memerlukan Islam, api perseteruan masih tetap membara. Maka dari itu selain mengumpulkan informasi tentang Timur mereka juga menyebarkan informasi kepada masyarakat Barat. Alexander Ross (1653) misalnya, menerbitkan buku-buku yang banyak menghujat Islam dari pada memaparkan apa adanya. Ia menulis buku-buku berjudul the prophet of turk and author or the al-Qur'an. Dalam bukunya ia seringkali menggunakan kata-kata kasar. singkat kata jika pada fase pertama diwarnai dengan semangat anti-Islam, maka periode ini adalah periode caci-maki Orientalst terhadap Islam dalam bentuk tulisan. Fase ketiga, Orientalisme pada abad ke 19 dan seperempat pertama abad ke 20. fase ini adalah fase Orientalisme terpenting, baik bagi Muslim maupun bagi Orientalist sendiri. Sebab pada fase ini Barat telah benar-benar menguasai Negara-negara Islam secara politik, militer, kultural dan ekonomi. Pada fase ini banyak Orientalist yang menyumbangkan karya dalam bidang studi Islam. Tidak sedikit pula dari karya-karya berbahasa Arab dan Persia di edit dan diterjemahkan lalu diterbitkan. Mungkin karena orang Barat masuk dan menguasai negeri-negeri Islam, mereka mudah mendapatkan bahan-bahan tentang Islam. Pada fase ini banyak didirikan kembaga-lembaga studi ke-Islam-an dan ke-Timur-an. Dengan berdirinya pusat-pusat studi ke-Islam-an, maka Orientalist mengalami pergerakan yang signifikan, dari fase caci maki menjadi serangan sistematis ilmiah. Fase keempat, Orientalisme ditandai dengan adanya perang dunia ke II. Khusus di Amerika, Islam dan umat Islam menjadi objek kajian yang populer. Kajian itu bukan hanya dilakukan untuk kepentinyan akademis, tapi juga untuk kepentingan perencang kebijakan politik dan bisnis. Pada fase ini kajian Orientalist berubah lagi, dari sentimen ke-Agama-an yang vulgar menjadi lebih lembut, orang-orang Barat non-Muslim baru saja mulai memperlembut sikapnya terhadap Islam, bahkan menarik kata "tidak"nya. Seperti ungkapan salah satu Orientalist Sir Hamilton Gibb secara diplomatis mengatakan, ia menerima pendapat bahwa wahyu adalah gambaran pengalaman pribadi Nabi Muhammad, tapi Islam perlu menafsirkan ulang konsep yang tidak bisa dipertahankan lagi itu. Dari menuduh Nabi sebagai Penipu, mempersoalkan konsep wahyu, dan kini mempersoalkan interpretasinya. Oleh karena perubahan sikap mereka, maka pada periode ini kajian Orientalist lebih nampak, seakan-akan objektif dan masuk akal. Tantangan Orientalist terhadap Islam pada saat ini sangat sulit sekali untuk terdeteksi. Pemikiran-pemikiran yang mereka kemukakan terbaca dengan analisa kritis dan ilmiah, semua yang mereka uraikan terasa masuk akal, mereka membentur-benturkan wahyu dengan keadaan sosial masyarakat masa kini . Sehingga tidak jarang orang-orang Islam kini terpukau dengan hasil pemikiran-pemikiran mereka, bahkan banyak pada kalangan cendikiawan yang apresiatif terhadap karya-karyanya. C. Tujuan Orientalis Edward W Said melakukan kritik yang keras terhadap orientalisme. Menurutnya, orientalisme tidak terletak dalam suatu ruang hampa budaya; ia merupakan kenyataan politik dan budaya . Barat, tulis Said, bertanggung jawab membentuk persepsi yang keliru tentang dunia yang ingin mereka jelaskan. Merupakan suatu kenyataan bahwa para orientalis senantiasa menyajikan karya tulisnya yang didasarkan pada tujuan tertentu. Secara garis besar tujuan itu terbagi tiga yaitu : (1) Untuk kepentingan penjajahan (2) Untuk kepentingan agama mereka (3) Untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Untuk kepentingan penjajahan jelas tergambar dari penelitian-penelitian yang serius yang dilakukan para orientalis. Dalam kasus Indonesia, Snouck Hurgronye begitu jelas. Nama ini oleh pemerintah Belanda diberi kepercayaan untuk mengkaji Islam sedalam-dalamnya sehingga sempat menetap di Mekkah bertahun-tahun. Namun tujuan pengkajiannya tidak lain kecuali untuk melemahkan perlawanan umat Islam terhadap Belanda serta mengobrak-abrik pertahanan Persatuan dan pertahanan kaum Muslim dengan politik belah bambunya . Untuk kepentingan agama juga jelas karena semua penjajah yang menguasai negara-negara Muslim adalah berlatar belakang agama Kristen. Sekalipun ada teori bahwa para kolonialis tidak berambisi mengkristenkan penduduk, namun setidak-tidaknya para penginjil telah menemukan momentumnya untuk membonceng pihak kolonialis untuk menyebarkan Kristen ke tengah penduduk. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan; memang para orientalis berasal dari para intelek dan sarjana yang serius mengkaji masalah-masalah ketimuran. Hampir di tiap universitas di Amerika selalu ada pusat-pusat kajian ketimuran seperti pusat kajian Timur Tengah, Asia Tenggara, Asia Tengah dan Asia Selatan. Tujuan yang ketiga dapat menghasilkan kesilmpulan yang netral atau fair tentang Islam sekalipun demi kenetralan ilmu mereka juga dapat memberi kesimpulan yang kurang fair tentang Islam. Namun tujuan pertama dan kedua sudah pasti akan menghasikan penilaian yang miring, bias dan tidak fair tentang Islam demi kepentingan kolonial dan ekspansi agama mereka. D. Orientalisme, Missionarisme dan Imperialisme Kata orientalisme identik digunakan bagi para ilmuwan Barat yang mempelajari hal-hal ketimuran dalam berbagai aspek, baik bahasa, kebiasaan, peradaban, terlebih agama-agamanya. Secara umum orientalisme bisa didefinisikan bahwa; orientalis adalah “sekelompok orang yang berasal dari Negara-negara dan ras yang berbeda-beda, yang mengkonsetrasikan diri dalam berbagai kajian ketimuran, khususnya dalam hal keilmuan, peradaban, dan agama, khususnya Negara Arab, Cina, Persia dan India. Misionaris atau penginjil adalah dua kata yang berbeda namun mempunyai tujuan yang sama. Yang pertama adalah orang yang senantiasa mensifati agama Kristen dengan hal-hal yang indah, sedang yang kedua dinisbatkan kepada orang yang senantiasa mengajak manusia masuk Kristen. Sedangkan misionarisme (al-Tabsyir) diambil dari kata basyara yang berarti kabar gembira. Basysyarahu tabsyiran dan isimnya adalah al-bisyarah atau al-busyarah yang memiliki arti kabar yang menggembirakan. Dan al-tansyir dari kata nashsharahu tanshiran yang artinya menjadikannya masuk agama nasrani, seperti dalam salah satu hadits Nabi, “Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi (yuhaw-widanihi), atau Nasrani (yuna-shiranihi), atau Majusi (yumajjisanihi), akan tetapi tidak dikenal kata yumassilmihi yang artinya menjdikan dia Islam dikarenakan memang bayi sejak lahir itu sudah sesuai dengan agama fitrah yakni Islam. Sedangkan arti dari Imperialisme ialah politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya. "Menguasai" disini tidak perlu berarti merebut dengan kekuatan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama dan ideologi, asal saja dengan paksaan. Imperium disini tidak perlu berarti suatu gabungan dari jajahan-jajahan, tetapi dapat berupa daerah-daerah pengaruh, asal saja untuk kepentingan diri sendiri. Apakah beda antara imperialisme dan kolonialisme? Imperialisme ialah politik yang dijalankan mengenai seluruh imperium. Sedangkan kolonilisme ialah politik yang dijalankan mengenai suatu koloni, sesuatu bagian dari imperium jika imperium itu merupakan gabungan jajahan-jajahan. E. Program-Program Orientalisme Orientalisme adalah gelombang pemikiran yang mencerminkan berbagai studi ketimuran yangg islami. Yang dijadikan objek studi ini mencakup peradaban agama seni sastra, bahasa dan kebudayaan. Gelombang pemikiran ini telah memberikan andil besar dalam membentuk persepsi Barat terhadap Islam dan dunia Islam. Caranya ialah dengan mengungkapkan kemunduran pola pikir dunia Islam dalam rangka pertarungan peradaban antara Timur dengan Barat. Orientalisme memiliki tujuan yang beragam dan bentuk yang dinamis dan masa ke masa, dan satu kondisi menuju kondisi lainnya. Namun orientalisme tidak terlepas dan tujuan utamanya, yaitu menghancurkan Islam dan masyarakatnya. Orientalisme yang datang sebelum E.W. Lane, E. Renan, E. Sacy dan selain mereka, memiliki kesamaan semangat orientalisme yang terwarisi oleh generasi berikutnya hingga masa sekarang ini. Orientasi umum mereka dalam melakukan studi ketimuran adalah mencetak ulang pengalaman masa lalu walaupun pola-pola penginjilan telah meng alami modifikasi. Bagi mereka, modifikasi peng.injilan adalah untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola kontemporer. Adapun motivasi dan program-program orientalisme salah satunya adalah agama yang melatarbelakangi pertumbuhan orientalisme yg berlangsung begitu lama. Sasaran-sasaran gerakan orientalisme antara lain: 1. Menumbuhkan keragu-raguan terhadap keyakinan umat atas kerasulan Muhammad saw. dan menganggap hadis Nabi sebagai perbuatan umat Islam selama tiga abad pertama; 2. Menumbuhkan keraguan terhadap kebenaran Alquran dan memutarbalikannya; 3. Memperkecil nilai fikih Islam dan menganggapnya sebagai adopsi dari hukum Romawi; 4. Memojokkan bahasa Arab dan menjauhkannya dari ilmu pengetahuan yg semakin berkembang; 5. Menampilkan Islam kepada sumber Yahudi dan Nasrani; dan mengkristenkan umat Islam. F. Orientalis dan Karya-karyanya Diantara para Orientalist memiliki karangan dan pemikiran terhadap Islam, diantaranya: 1. Hardrian Roland (meninggal pada tahun 1718 M), adalah Profesor Bahasa-bahasa Timur di Universiti Utrecht, Belanda. Ia menulis buku Muhammadanism dalam bahasa Latin sebanyak dua jilid (1705 M). Gereja-gereja di Eropa telah mengharamkan buku tersebut. 2. Johann J. Reiske (1716—1774 M), seorang Orientalist Jerman pertama yang patut dikenang. Ia dituduh murtad (atheis) karena sikapnya yang adil terhadap Islam. Ia hidup menderita dan mati karena sakit paru-paru. Ia sangat berjasa dalam memperkenalkan dan mengembangkan pengajian Bahasa Arab di Jerman. 3. Silvestre de Sacy (meninggal 1838 M), seorang Orientalist yang memberi tumpuan kepada sastra dan nahwu Arab. Ia mengelak dari terlibat dalam pengkajian tentang Agama Islam. Ia juga sangat berjasa dalam menjadikan Paris sebagai pusat pengkajian Islam. Salah seorang yang pernah berurusan dengan beliau ialah Syaikh Rifa'ah Thanthawi. 4. Thomas Arnold (1864—1930 M) dari Inggris. Bukunya yang berjudul ‘Preaching in Islam’ telah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki, Urdu dan Arab. 5. Gustav le Bon, dikenal sebagai Orientalist dan ahli filsafat Materialisma. Ia tidak percaya kepada Agama. Pada umumnya kajian dan buku-bukunya menyentuh tentang peradaban Islam. Disebabkan hasil kajian-kajiannya beliau tidak diperdulikan malah dibenci oleh orang Barat. 6. Z. Honke dianggap tidak berat sebelah karena buku-bukunya yang objektif yang memperkenalkan pengaruh peradaban Arab terhadap Barat. Di antara bukunya yang termasyhur ialah Matahari Arab Bersinar di Barat. 7. Jack Burke, Anne Marie Simmel , Thomas Garlyle, Renier Ginaut, Dr. Granier dan Gocthe adalah Orientalist-orientalist yang tergolong sederhana. G. Orientalisme dan Islam a. Pandangan Orientalisme terhadap Hukum Islam Islam adalah agama yang mulia. Mulia karena diturunkan dan bersumber oleh Zat yang Maha mulia yaitu Allah SWT, dibawa oleh para insan yang mulia; para anbiya (para nabi) dan Rasul, serta disempurnakan syariatnya oleh khairul basyariyah (sosok yang mulia) nabi Muhammad saw; sehingga orang yang mengikuti nabi saw dan menganut agamanya akan mendapatkan kemuliaan dan keridhaan dalam hidupnya di dunia dan di akhirat kelak. Allah SWT berfirman:   •  ••                      “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali Imran: 110) Dalam hadits nabi saw juga disebutkan: أَخْبَرَنَا أَبُو سَعِيدٍ : عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ شُبَانَةَ الشَّاهِدُ بِهَمَذَانَ أَخْبَرَنَا أَبُو جَعْفَرُ مُحَمَّدِ بْنِ مَحْمُوَيْهِ النَّسَوِىُّ حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ السَّرَّاجُ حَدَّثَنَا شَبَابُ بْنُ خَيَّاطٍ الْعُصْفُرِىُّ حَدَّثَنَا حَشْرَجُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَشْرَجٍ حَدَّثَنِى أَبِى عَنْ جَدِّى عَنْ عَائِذِ بْنِ عَمْرٍو : أَنَّهُ جَاءَ يَوْمَ الْفَتْحِ مَعَ أَبِى سُفْيَانَ بْنِ حَرْبٍ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حَوْلَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا هَذَا أَبُو سُفْيَانَ وَعَائِذُ بْنُ عَمْرٍو فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« هَذَا عَائِذُ بْنُ عَمْرٍو وَأَبُو سُفْيَانَ الإِسْلاَمُ أَعَزُّ مِنْ ذَلِكَ الإِسْلاَمُ يَعْلُو وَلاَ يُعْلَى “Diceritakan kepada kami Abu Sa’id; dari Abdurrahman bin Muhammad bin Syubanah yang menyaksikan peristiwa Hamadzan, diceritakan kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Mahmuwaih An-Nasawi, diceritakan kepada kami Abul Abbas As-siraj, diceritakan kepada kami Syabab bin Khayyath Al-Usfuri, diceritakan kepada kami Hasyraj bin Abdullah bin Hasyraj, diceritakan kepada saya oleh bapak saya dari kakek saya dari A’idz bin Amru; Bahwa beliah datang pada hari penaklukan (kota Mekah) bersama Abu Sufyan bin Harb dan Rasulullah saw berada disekitarnya dan sahabatnya, mereka berkata: Inilah Abu Sufyan dan Aidz bin Amru. Maka Rasulullah saw bersabda: “Inilah Aidz bin Amru dan Abu Sufyan, dan Islam lebih dari itu semua, karena Islam sangat mulia dan tidak ada yang mengunggulinya”. Seorang Filosof Bernard Show berkata : sesungguhnya aku menyimpan segala penghargaan terhadap agama Muhammad karena kevitalannya yang menakjubkan. Ia adalah satu-satunya agama yang mempunyai kekuatan hebat kerena seseuai dengan jalan hidup yang senantiasa berubah-ubah, dan dapat diterapkan di semua masa. Aku sungguh telah mempelajari kehidupan lelaki yang sangat mengagumkan itu. Seharusnya ia diberi gelar “PENYELAMAT MANUSIA” , yang sama sekali tidak bertentangan dengan Isa Almasih. Saya yakin kalau orang seperti ia diberi taufik dalam memecahkan semua kesulitan, yang dapat membawa dunia ini kepada kebahagiaan, tentram dan damai yang sangat didambakan umat manusia dewasa ini. Sungguh saya mempunyai ramalan bahwa di masa datang orang Eropa akan menerima ajaran Muhammad ini dan sekarang hal itu sudah mulai terjadi. Sungguh Allah Maha Benar akan firmannya:                      •    “Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Tuhan kamu yang Sebenarnya; Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? Demikianlah Telah tetap hukuman Tuhanmu terhadap orang-orang yang fasik, Karena Sesungguhnya mereka tidak beriman.” (Yunus: 32-33) b. Pandangan terhadap Alquran Kalangan orientalis seperti Arthur Jeffery dan kawan-kawan bersemangat ingin "mengkorupsi" keotentikan Al-Quran. Namun hingga kini tetap kokoh "Sudah tiba saatnya sekarang untuk melakukan studi kritis terhadap teks Al-Quran sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani," kutipan ini adalah pernyataan Alphonse Mingana, seorang pendeta Kristen asal Iraq dan mantan guru besar di Universitas Birmingham, Inggris. Pernyataan itu ia sampaikan tahun 1927. Mengapa pendeta Kristen yang juga orientalis ini mengatakan seperti itu? Tentu saja, ia bukan sedang bergurau. Pernyataan orientalis-missionaris satu ini karena dilatarbelakangi oleh kekecewaan sarjana Kristen dan Yahudi terhadap kitab suci mereka dan juga disebabkan oleh kecemburuan mereka terhadap umat Islam dan kitab suci Al-Quran. Perlu diketahui mayoritas ilmuwan dan cendekiawan Kristen telah lama meragukan otentisitas Bible. Mereka harus menerima kenyataan pahit bahwa Bible yang ada di tangan mereka sekarang ini terbukti bukan asli alias palsu. Terlalu banyak campur-tangan manusia di dalamnya, sehingga sukar untuk dibedakan mana yang benar-benar Wahyu dan mana yang bukan. Pernyataan ini pernah disampaikan oleh Kurt Aland dan Barbara Aland, dalam The Text of the New Testament (Michigan: Grand Rapids, 1995). Menurut Barbara, sampai pada permulaan abad keempat, teks Perjanjian Baru dikemmengembangkan secara leluasa. Yang jelas banyak yang melakukan koreksi. Pandangan seperti ini tidaklah sendiri. Saint Jerome, seorang rahib Katolik Roma yang belajar teologi juga mengeluhkan fakta banyaknya penulis Bible yang diketahui bukan menyalin perkataan yang mereka temukan, tetapi malah menuliskan apa yang mereka pikir sebagai maknanya. Sehingga yang terjadi bukan pembetulan kesalahan, tetapi justru penambahan kesalahan. "Mereka menuliskan apa yang tidak ditemukan tapi apa yang mereka pikirkan artinya; selagi mereka mencoba meralat kesalahan orang lain, mereka hanya mengungkapkan dirinya sendiri," ujar Jerome sebagaimana dikutip dalam The Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption and Restoration (1992). Disebabkan kecewa dengan kenyataan semacam itu, maka pada tahun 1720 Master of Trinity College, R. Bentley, menyeru kepada umat Kristen agar mengabaikan kitab suci mereka, yakni naskah Perjanjian Baru yang diterbitkan pada tahun 1592 versi Paus Clement. Seruan tersebut kemudian diikuti oleh munculnya "edisi kritis" Perjanjian Baru hasil suntingan Brooke Foss Westcott (1825-1903) dan Fenton John Anthony Hort (1828-1892). c. Pandangan Orientalisme terhadap Hadits Gugatan orientalis terhadap hadits dimulai pada pertengahan abad ke-19 M, tatkala hampir seluruh bagian Dunia Islam telah masuk dalam cengkraman kolonialisme bangsa-bangsa Eropa. Adalah Alois Sprenger, yang pertama kali mempersoalkan status hadits dalam Islam. Dalam pendahuluan bukunya mengenai riwayat hidup dan ajaran Nabi Muhammad SAW, misionaris asal Jerman yang pernah tinggal lama di India ini mengklaim bahwa hadits merupakan kumpulan anekdot (cerita-cerita bohong tapi menarik). Klaim ini diamini oleh rekan satu misinya William Muir, orientalis asal Inggris yang juga mengkaji biografi Nabi Muhammad SAW dan sejarah perkembangan Islam. Menurut Muir, dalam literatur hadits, nama Nabi Muhammad SAW sengaja dicatut untuk menutupi bermacam-macam kebohongan dan keganjilan (“…the name of Mahomet was abused to support all possible lies and absurdities”). Oleh sebab itu, katanya lebih lanjut, dari 4000 hadits yang dianggap shahih oleh Imam Bukhārī, paling tidak separuhnya harus ditolak. Tulisan Muir ini kemudian dijawab oleh Sayyid Ahmad Khan dalam esei-eseinya. Selang beberapa lama setelah itu muncul Ignaz Goldziher. Yahudi kelahiran Hungaria ini sempat “nyantri” di Universitas al-Azhar Kairo, Mesir, selama kurang lebih setahun (1873-1874). Setelah kembali ke Eropa, oleh rekan-rekannya ia dinobatkan sebagai orientalis yang konon paling mengerti tentang Islam, meskipun dan justru karena tulisan-tulisannya mengenai Islam sangat negatif dan distortif, mengelirukan dan menyesatkan. Dibandingkan dengan para pendahulunya, pendapat Goldziher mengenai hadits jauh lebih negatif. Menurut dia, dari sekian banyak hadits yang ada, sebagian besarnya ―untuk tidak mengatakan seluruhnya― tidak dapat dijamin keasliannya alias palsu dan, karena itu, tidak dapat dijadikan sumber informasi mengenai sejarah awal Islam. Read More..

Apa sich cinta itu?

cinta, masih adakah cinta??? kebanyakan cinta yang dijalani pemuda-pemudi sekarang hanyalah nafsu belaka, yang menyelimuti diri mereka. cinta, masih adakah kesucian cinta??? cinta karena ilahi, cinta karena ia masih ditumbuhi benih-benih kasih sayang dari sang Pencipta. cinta, apa sebenarnya makna cinta pada akhir zaman ini??? apa sekedar melimpahkan curahan hujan, yang hanya bisa membanjiri daerah sekitar dan menjatuhkan korban-korban yang tak bersalah. cinta, apakah cinta itu bencana atukah sebaliknya??? cinta bagi para pemuda adalah anugrah yang sangat indah, tapi pasukan bang Iblis mulai merapatkan barisan untuk menyarang dengan persenjataan cinta kepada setiap pemuda. sehingga banyak korban yang berjatuhan, anak SMP hingga SMA mulai mengenal istilah "ABORSI" yang sangat dilarang oleh Agama. cinta, apa zina itu merupakan salah satu dari cinta??? orang barat mengatakan cinta dengan perbuatan zina. benarkah itu hakikat cinta??? dulu cinta itu sangat didamba-dambakan oleh semua insan, diagung-agungkan oleh para penggemarnya, hingga banyak yang mengatakan cinta itu buta; buta mata, buta hati, buta rasa hingga ada sebuah statement yang mengatakan "tai kucing rasa coklat". cinta, kalau cinta dilihat dari segi positif dan negatifnya sangat banyak sekali dan antara keduanya seimbang. dan uraian cinta sangat susah untuk dimengerti oleh banyak insan. Cinta, cinta yang sebenarnya adalah cinta karena Allah dan Rasul-Nya. inilah hakekat cinta. Read More..