Feeds RSS

Kamis, 14 Januari 2010

Belajar Dari Bencana

Banjir lagi……. Banjir lagi…… ! itulah yang sedang melanda beberapa tempat di tanah air kita akhir-akhir ini. Jakarta, Bogor, Bekasi dilanda banjir, di Tangerang tak satupun kecamatan yang luput dari musibah banjir ini, Mojokerto dan Bojonegoro juga dilanda musibah yang sama. Beberapa waktu yang lalu kota Medan, Padang, Jambi, Sulawesi Selatan juga dilanda musibah yang sama, jembatan-jembatan rusak disertai genangan air di berbagai ruas jalan dan rel kereta api, berbagai transportasi lumpuh, sudah puluhan ribu rumah terendam, kerugian material pun sudah tak terhitung jumlahnya. (Republika, 29/01/2002). Gelombang pengungsipun tak bisa dihindarkan lagi, rakyat kecil semakin sengsara karena tempat tinggal mereka satu-satunya terendam genangan air bahkan seisi rumah mereka ikut terbawa arus banjir tersebut. Kegiatan belajar mengajar di beberapa sekolah pun ikut terhambat. Belum puas dengan mengirim banjir, alam kembali menunjukkan kebolehannya, Pejaten, Jakarta Selatan di guncang tanah longsor, gempa tektonik berkekuatan 5,1 pada skala Richter (SR) juga mengguncang Bengkulu. Kenapa ini semua harus terjadi? Benarkah alam sudah bosan untuk bersahabat dengan manusia? Apakah yang telah kita lakukan sehingga alam begitu marah kepada kita tanpa pilih kasih?. Penyebab dari itu semua tidak lain adalah ulah dari tangan-tangan manusia itu sendiri, semua orang akan mengerti, bila hutan di hulu sungai dan lereng gunung dibabat, maka banjir dan tanah longsor akan terjadi. Begitu pula jika sampah dibuang ke sungai atau selokan, atau bila sungai dipersempit dengan membangun rumah ditepinya, maka banjir segera menerjang. Jika daerah hulu dan pegunungan sudah tidak mampu menahan air lagi, maka terjadilah sunnatullah : air akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, nah, jika masalahnya sesederhana itu, mestinya manusia bisa memakai akalnya untuk menghadapi hujan selebat apapun. Tapi mengapa kita tidak mampu melakukan itu? Sudahkah kita menggunakan akal kita? Pada suatu hari diwaktu shubuh, Setelah mengumandangkan adzan di Masjid Madinah, lama Bilal menanti kehadiran Rasulullah SAW keluar dari peraduannya untuk shalat berjamaah, namun Rasul belum juga muncul. Karena itu, pergilah Bilal menemuinya, antara perasaan cemas kalau-kalau Rasul yang amat dicintainya jatuh sakit. Sesudah minta izin kepada Siti Aisyah, Bilal segera menuju ke kamar tidur Rasulullah SAW. Ketika sampai dimuka pintu, Bilal melihat ke dalam, kamar yang sederhana tanpa ada kasur tebal, tanpa ada bantal bersulam yang indah melainkan hanya seonggok rumput kering di sudut kamar beliau, itulah kekayaan Rasul kita, sebagai Pemimpin dunia yang telah menggerakkan revolusi yang paling berhasil dalam sejarah kemanusiaan selama dunia berkembang. Didapatinya Rasulullah SAW sedang duduk di atas sajadah menghadap Qiblat, menangis tersedu-sedu. Bertanya Bilal, "Ya Nabiyallah, apakah gerangan yang menyebabkan engkau menangis? Padahal kalau ada kesalahanmu, baik dahulu ataupun nanti, akan diampuni oleh Allah SWT". Kemudian Rasulullah SAW menjawab, "Wahai Bilal, tengah malam telah datang Jibril AS membawa wahyu kepadaku dari Allah SWT, demikian bunyinya." : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran 3:190-191). Rasulullah SAW melanjutkan, Sengsara hai Bilal! bagi orang yang membaca akan ayat ini lalu tidak difikirkannya. Firman Allah dalam QS. Ali Imran 3 : 190-191 di atas dan ungkapan Nabi tersebut mengandung makna yang dalam bagi kita untuk senantiasa merenung dan memikirkan Fenomena alam yang terjadi di sekeliling kita, terutama disaat banyaknya bencana yang menimpa sebagian kita seperti akhir-akhir ini, seakan-akan alam betul-betul sudah bosan untuk bersahabat dengan kita. Sebagian kita mungkin berfikir bahwa itu semua terjadi karena kehendak Allah SWT (Sunnatullah). Namun apabila kita merujuk kembali ke firman Allah SWT diatas, dapat diambil beberapa pelajaran yang amat berharga bagi kita. Pertama, bahwa segala apa yang terjadi di bumi ini dan diatas langit sana baik di siang hari maupun di malam hari adalah sebuah tanda dari kekuasaan Allah SWT, agar manusia sadar bahwa dibalik segala kemampuan manusia ada yang lebih mampu lagi yakni Allah SWT, oleh karena itu tidak pantas bagi manusia untuk bersombong diri sehingga lupa kepada penciptanya sendiri, lupa untuk mengingat dan berdzikir kepada-Nya. Merasa mampu berbuat segala-galanya dan melupakan tujuan utama diciptakannya manusia yakni untuk beribadah kepada-Nya. Dan tidak kami (Allah) ciptakan mausia dan jin kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku (Al-Quran). Kedua, merupakan pelajaran serta peringatan bagi manusia, sudahkah mereka mengelola alam ini dengan benar dan sesuai dengan syari’at Allah SWT. Karena pengeloalaan alam yang salah akan menimbulkan kehancuran bagi manusia itu sendiri. Kita lihat, pembatatan hutan yang berlebihan dan penggundulan lereng-lereng gunung tanpa henti serta perubahan fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi akan membuat daerah tersebut tidak mampu lagi menahan curah hujan yang turun, maka banjir dan tanah longsor pun tak dapat dihindarkan lagi. Sementara hasilnya hanya dinikmati oleh pejabat dan pengusaha tertentu, sedangkan akibatnya kembali kepada rakyat kecil. Belum lagi penyedotan air tanah seenak perut sendiri oleh gedung-gedung jangkung dan rumah-rumah seperti yang terjadi di Jakarta, juga pembangunan pemukiman-pemukiman sah, yang dilaksanakan pada masa Orde Baru banyak tak memperdulikan kelestarian lingkungan ikut andil besar dalam musibah banjir ini. Ini semua merupakan salah satu bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh manusia terhadap alam sekitarnya. Oleh karena itu sudah seyogyanya bagi kita untuk kembali mengevaluasi langkah-langkah yang telah kita lakukan selama ini, agar kedepan menjadi lebih profesional dan sesuai syari’at, mengingat peran kita sebagai khalifatullah fil ardhi yang bertanggung jawab penuh untuk melestarikan dan memakmur bumi ini, agar terhindar dari berbagai bencana. Benarlah apa yang diungkapkan oleh Rasulullah SAW, akan sengsara orang-orang yang tidak mau menggunakan akalnya untuk berfikir dan berdzikir dalam rangka mengingat Allah SWT dan mensyukuri ni’mat-Nya sesuai dengan tuntunan syari’at yang telah diajarkan oleh-Nya. Wallahu’alamu bisshowab. Berfikir dan bertindak dalam Spirit Islam Berfikir adalah proses menseving, mengingat, menganalisi dan mendeduksi berbagai informasi yang eksternal dan internal sehingga menjadi sebuah konsep gagasan (Ide) yang menjadi motivasi dan tindakan. Hanya dengan berfikir, manusia mampu mengarahkan hidupnya pada dimensi waktu, dimensi kemanusian/ humanisme, dan dimensi alam mendayagunakan maksimal seluruh dimensi tersebut untuk mereplace existensi dirinya dalam misi hidupnya, apaka dia akan mulya atau hina, sukses atau gagal, dihargai atau justru dilecehkan, semua itu titik ponintunya dari cara kita berfikir. Kalaupun kata Iqraa sampai saat ini diterjemahkan dengan arti “Membaca” ini pun berarti menghimpun huruf yang disusun sedemikian rupa sehingga memberikan makna. Sebagai contoh ,anda ingin memperingatkan sesuatu bahaya tetapi cara anda menghimpun huruf-huruf nya tidak benar, kemudian anda berteriak “Wasa,wasa. Mahariu” Padahal yang anda maksud adalah “Awas, awas harimau” Kata iqra dikuti dengan “Bismirabbikalladzi khalaq” seakan-akan memberikan informasi kepada alam fikiran /reason kita bahwa methode yang benar untuk berfikir adalah berdasarkan “Rabb” (yang menjadi rootwood terlebih artinya “ pendidikan, pembinaan ) Al-Qur’an memberi predikat ulul-albab(Al-Imran 190-191) Yakni sosok manusia yang mampu mempergunakan potensi akal . Dan fikirannya untuk mengelaborasi seluruh fenomena alam yang tampak dan tidak tampak (Al-haqqah 38-39).Sebagai induksi dirinya bersyukur .Bersyukur dapat bermakna semacam rehabilitasi, reformasi, restorasi, dan rekonsolidasi sekaligus reinforcement diri untuk mempergunakan seluruh aspek yang dimilikinya dijalan Allah Swt. Bersyukur berarti sebuah komitment untuk melakukan perenungan diri yang mendalam sehingga mengkonstribusikan direksi untuk bertindak dan berbuat .Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban bahwa rasulullah Saw bersabda: “bahwa berfikir sesuatu lebih baik pada ibadah seratus tahun”(ibnu Hibban). Hadist diatas adalah sebuah bahasa metaforis yang memberikan aspirasi tinggi a orang-orang yang mempergunakan pikirannya untuk rekonstruksi ummat yang sebagai indikasi syukur kepada Allah . Pantaslah seorang pujangga berkata”Dirimu adalah apa yang kau pikirkan” Seorang filhosof tenar mengatakan “Largito ergo sum” aku Individu muslim harus mendasarkan dirinya pada retorika berfikir Qur’ani dan bertindak serta berkarakteristik islami, yaitu sebuah tata cara prikehidupan yang didasari dan disengajakan untuk mengubah dunia dengan pantulan fibrasi al-qur’ani. Pikiranlah yang mendetriminasi , apakah anda mau bertindak atau diam sebagai penonton . Pikiran pula yang mengawali , apakah anda akan menjadi orang disiplionir tinggi ataukah anda akan menjadi orang yang melanggarnya, pikiranlah yang menentukan , apakah anda berfiir Qur’ani atau jahihli. Harua ada keyakinan (Confedernce) yang diri kitas jak di ke bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin untuk dikerjakan selama kita yakin untuk melaksanakannya . Menanamkan sugesti serta keyakinan didalam fikiran merupakan sikap positif konstruktif dalam bentuk doktrin “aku adalah penentu taqdir dan akulah komandan jiwaku. Sementara itu kwalitas eksperien personal sangat menentukan kwalitas berfikir dan bertindak yang secara aktualnya dimanifestasikan dalam kehidupannya. Dibenak fikiran kita bahwa fikiran akan menentukan tindakan . Seluruh tindakan kita merupakan mata rantai yang mengikat satu kekuatan untuk mencapai keberhasilan . para pemenang tidak dilahirkan, tetapi mereka lahir dengan upayanya serta dengan usahanya . Allah swt telah memberikan peluang kepada kita untuk menjadi winner dalam percaturan kehidupan ini . Ummat islam didorong untuk trampil semangat berkompetisi (Fastabiqul Khairat) kitapun dipanggil untuk trampil sebagai khairah ummat . menjadi ummat yang terbaik hal itu hanya mungkin apabila dalam benak kita ada semacam optimisme dan keyakinan yang mendalam “berfikir dan bertindak bagaikan pemenang (think and act like winner) Seorang yang berfikir positif akan tampak dari tindakannya yang fositip pula Begitu pula orang yang berfikir negatif akan bertindak negatif pula , apabila anda berfikir tidak mungkin kalah. Bila anda merasa takut , kecut menghdapi lawan ,berarti anda telah kalah sebelum berperang, bila anda berfikir bisa anda bisa. Bila berfikir tidak bisa ,tentu saja tidak bisa If you think you can, you can , and if you thank can’t ,you can’t

0 komentar:

Posting Komentar